Recent Posts

Cinta, Jujur, dan Adil


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
            Dalam perkembangan hidup manusia yang selalu ada diantara dua hal; baik-buruk, bahagia-sedih, cinta-benci dan banyak hal lain yang  berpengaruh pada perkembangan manusia itu sendiri. Hidup manusia yang seperti itulah pada akhirnya menghasilkan sebuah aturan atau norma-norma dalam menjalani kehidupan. Dengan harapan minimalisasi kemungkinan penurunan kualitas diri dan terwujudnya keteraturan dalam hidup.
            Masyarakat mempunyai standar moral yang berhubungan dengan berbagai persoalan apa saja yang dapat menguntungkan atau merugikan manusia atupun anggota kelompoknya. Dan penentuan standar moral merupakan bagian dari etika. Apabila aturan-aturan, norma-norma, atau nilai-nilai yang berlaku dilanggar, maka orang yang melanggarnya akan dikenai hukuman yang berlau di masyarakat tempatnya bersosialisasi. Agar setiap orang dapat menerapkan semua aturan di dalam masayarakat dengan baik, maka setiap orang perlu menanamkan berbagai sikap yang baik seperti kejujuran dan keadilan, sebab apabila setiap orang telah memiliki sikap jujur dan adil, maka ia akan selalu bersikap dan berkata jujur di dalam kehidupannya sehari-hari terutama dalam menjalankan pekerjaan yang menuntut adanya sikap kejujuran. Sehingga ia akan mudah mendapat percayaan dari orang lain dalam memjalankan tugas tertentu.

            Bersikap adil pun tak kalah pentingnya karena lebih menyangkut hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal hubungan antara pimpinanan dalam mengatur masyarakatnya ataupun bawahannya kala bekerja. Setiap orang dituntut untuk dapat bersikap adil yaitu tidak membeda-bedakan atau berbuat semena-mena terhadap orang lain. Karena apabila kita dapat berbuat jujur dan adil kepada orang lainnya maka kita dihormati oleh orang lain.
            Dalam konteks bermasyakrakat dibutuhkan pula sentuhan cinta yang dapat diartikan dengan “rasa peduli”. Rasa peduli ini diaplikasikan pada lingkunyan yang akan mendukung jalannya norma-norma dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh lingkungan itu sendiri.

       2.        Rumusan Masalah
         a.      Cinta, Jujur, dan Adil
         b.      Bentuk dan macamnya
       3.    Tujuan
         a.      Mengetahui tentang Cinta, Jujur, dan Adil
                   b.       Mengetahui tentang bentuk dan macamnya

       4.     Batasan Masalah
     Batasan-batasan masalah hanya membahas tentang
                   a.              Pengertian Cinta, Jujur, dan Adil
                   b.              Bentuk dan macamnya














BAB II
PEMBAHASAN

A.Jujur
a.Pengertian
            Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial manusia, seringkali kita mendengar bahkan kita sering berbicara mengenai kejujuran. Walupun ada juga yang sring berbicara mengenai kejujuran akan tetapi ketika ditanya pengertiannya tidak dapat menjawab mengenai arti kejujuran. Lalu pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul adalah, bagaimana kita akan bertindak jujur kalau kita tidak mengetahui arti dari sebuah kejujuran?
            Banyak sekali pandangan mengenai pengertian kejujuran. Jujur diartikan sebagai ketulusan hati untuk tidak curang terhadap diri sendiri dan tidak curang terhadap orang lain. Kejujuran merupakan keselaranan antara kata hati dan kata yang diucapkan, antara kata yang diucapkan dan sikap serta perbuatan nyata. Sebagai orang Islam kita dinasehati untuk selalu berbuat jujur, di tengah berbagai ketidakjujuran danketidakbenaran, kita harus tetap bersikap benar, jujur dan adil.
            Orang yang jujur adalah orang yang dengan sadar, mau dan rela untuk mengakui segala sesuatu yang terjadi, sesuai dengan realita yang ada.
            Kejujuran terletak dalam multi dimensi, artinya bahwa kejujuran tidak terletak hanya dalam satu dimensi, tetapi ada dalam banyak sekali dimensi, bahkan mungkin semua dimensi kehidupan manusia.
            Jujur, adalah sikap pribadi. Jujur diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu.

            Berikut penulis akan mencoba memberikan pemahaman tetang makna dari kata jujur ini. Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur. Sesuatu atau fenomena yang dihadapi tentu saja apa yang ada pada diri sendiri atau di luar diri sendiri.

            Maka apa yang disebut dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap beginilah yang disebut dengan shiddiq. Untuk itu sifat jujur sangatlah penting.

B. Bentuk, macam, dan aneka pegelompokan kejujuran
            Bentuk macam, dan aneka pegelompokan kejujuran  adalah sebagai berikut:
1.Jujur niat dan kemauan (shidqu an-niyyah wa al-'azm)
            Adalah melakukan segala sesuatu dilandasi motivasi dalam kerangka hnaya mengharap ridha Allah swt. Nilai sebuah amal di hadapan Allah swt. sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seseorang. Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang sangat populer menyatakan bahwa sesungguh-nya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya. Selain itu, seorang muslim harus senantiasa menimbang-nimbang dan menilai segala sesuatu yang akan dilakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila ia sudah yakin akan kebenaran dan kemanfaatan sesuatu yang akan dilakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi akania lakukan. Kadang sesuatu yang benar belum tentu bermanfaat di masyarakat tertentu. Demikian juga sesuatu yang bermanfaat belum tentu benar. Oleh karena itu, pertimbangan benar dan bermanfaat secara bersamaan perlu dikedepankan.

2. Jujur dalam perkataan (shidqu al-lisan)
            Jujur dalam bertutur kata adalah bentuk kejujuran yang paling populer di tengah masyarakat. Orang yang selalu berkata jujur akan dikasihi oleh Allah swt. dan dipercaya oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang berdusta, meski hanya sekali apalagi sering berdusta maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Rasulullah mengingatkan:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« اضْمَنُوا لِى سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنُ لَكُمُ الْجَنَّةَ اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ

 "Jaminlah kepadaku enam perkara dari dirt kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, pemihilah jika berjanji, tunaikan jika dipercaya, jagalah kemahian kalian, tiinduk-kanlah pandangan, dan tahanlah tangan kalian" (HR. Ahmad)

 4. Jujur dalam bermu'amalah (shidq al-mu 'amalah)
            Jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam berjanji tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan jujur ketika berinteraksi atau bermu'amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu, memalsu, dan berkhianat sekalipun terhadap non muslim.

            Ketika ia menjual tidak akan me-ngurangj takaran dan timbangan. Pada saat membeli tidak akan memperberat timbangan dan menambah takaran. Orang yang jujur dalam bermu'amalah juga senantiasa bersikap santun, tidak sombong dan tidak pamer (riya). Jika orang tersebut melakukan atau meninggalkan sesuatu, semuanya dalam koridor Allah swt.

            Ia tidak tamak dan serakah dalam bermu'amalah. Barang siapa yang selalu bersikap jujur dalam bermu'amalah maka dia akan menjadi kepercayaan masyarakat. Semua orang akan merasa nyaman dan aman berinteraksi dan bermu'amalah dengannya.


5. Jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan (shidq al-hal)
            Seorang yang jujur akan senantiasa menampilkan diri apa adanya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak memakai topeng dan baju kepalsuan, tidak mengada-ada dan menampilkan diri secara bersahaja. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَسْمَاءَ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي ضَرَّةً فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ إِنْ تَشَبَّعْتُ مِنْ زَوْجِي غَيْرَ الَّذِي يُعْطِينِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Seorang perempuan bertanya, : Ya Rasulullah, aku mempunyai kebutuhan. Maka apakah aku berdosa jika aku berpura-pura telah dicukupi kebutuhanku oleh suamiku dengan apa yang tidak diberikan kepadaku? Rasul bersabda : orang yang berpura-pura tercukupi dengan apa yang tidak diterimanya sama dengan orang yang memakai dua pakaian palsu” (HR Bukhari)

B. Adil
A. Pengertian Adil
            Pada dasarnya kata “adil” adalah kata serapan dari Bahasa Arab Al ‘Adl  yang dapat diartikan dengan pertengahan, kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan) dan al qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim. Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah untuk berlaku adil. Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt .



Allah swt berfirman
:”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS. An-Nisa’:135)

            Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135)

B. Macam – macam Keadilan
a. Keadilan Moral
            Plato berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The  man behind the gun).

            Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya.

            Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

b. Keadilan Distributif
            Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).

c. Keadilan Komutatif
            Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Adil menurut para Filsafat lainnya :

a. Menurut Socrates , keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
b. Menurut Kong Hu Cu Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.

Dari semua itu dapat disumpulkan bahwa " Keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan  terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama".
C. Cinta
A. Pengertian Cinta
            Cinta dalam Bahasa Arab adalah Al Hubbu  atau  rasa suka, dalam Bahasa Indonesia sendiri dapat daartikan cinta adalah sangat menyukai sesuatu ebih dari yang lain.  Cinta pada umumnya diartikan sebagai sebuah rasa yang condong untuk melindungi dan memiliki antar makhluk hidup. Namun yang penulis maksudkan dengan cinta disini adalah rasa peduli yang muncul pada sesama, saling mengasihi dan memahami.
            Dalam pengaplikasiannya cinta memiliki banyak bentuk.Hal ini dapat diketahui dari makna cinta itu sendiri yang berbeda-beda menurut masing-masing individu. Namun karena banyak pengertian yang didapat dari kata cinta, maka banyak pula hal-hal yang menyeleweng yang mengatasnamakan cinta padahal perbuatan itu sendiri sudah sangat jauh dari makna cinta.
B. Bentuk Cinta
            Dalam agama Islam, cinta kepada Allah dikenal dengan istilah                 Al Mahabbah atau  Al Wuddu. Yang mana dapat diartikan sebagai implementasi dari rasa hina dan tunduk atasNya. Rasa ini akan menghasilkan suatu kepercayaan bahwa Allah itu ada, dan  selalu bersama kita. Inilah  tingkatan cinta tertinggi dalam islam. Cinta pada utusan-utusanNya ada diurutan kedua.
  “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Ali Imran:31)


            Sebagaimana cinta diartikan sebagai bentuk kasih sayang antara dua insan, maka dalam  Islam  juga terdapat cinta kepada suami yang termasuk juga taat dan patuh kepadanya. Sebagai imam dan kepala rumah tangga seorang suami sudah sepantasnya mendapat cinta dan kehormatan dari keluarganya.
            Setelah itu semua, barulah cinta kepada orang tua, sanak famili dan lain-lain.
           
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Keberadaan cinta dan sifat jujur serta adil sangatlah berperan penting dalam perkembangan karakter manusia. Bahkan Al Quran dan Hadist juga telah menganjurkan sifat-sifat terpuji ini untuk menemani manusia dalam perjalanan hidupnya.
Saran
      1.      Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah dapat dibaca dalam buku-buku rujukan yang tercantum dalam daftar pustaka.

      2.      Kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat diharapkan untuk penulisan makalah di masa-masa mendatang.


















BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Duatnofa, Elita.2013.Move On! , Cetakan pertama.Qultum Media.Jakarta
Gharib, Makmun..2012.Rabiah Al Adawiyah Cinta Allah dan Kerinduan Spiritual
            Manusia, Edisi pertama. Jakarta
Jasin, Maskoeri.2008.Ilmu Alamiah Dasar, Cetakan kesebelas.Rajawali       Press.Jakarta
Wedyawati, Nelly. Modul Ilmu Alamiah Dasar2.pdf
Yunita, Dewi.Ilmu Alamiah Dasar 1.pdf
one.indoskripsi.com

0 komentar: